Imam Syafi’i adalah ulama besar pendiri madzab Syafi’i yang madzab nya diikuti banyak oleh umat islam di Asia. Beliau adalah ulama yang pertama kali menulis kitab fiqih pada zaman beliau. Sebelum ada kitab fiqih, para ulama sebelumnya selalu berkumpul untuk menyelesaikan masalah fiqih, tetapi setelah adanya kitab ini sungguh sangat memudahkan umat islam. Beliau lahir dari orang tua yang sholih dan sholihah.
Pada waktu usia belia, beliau sudah menghafal al qur’an tepatnya pada umur 7 tahun dan beliau juga sudah mendapatkan ijazah untuk memberikan fatwa pada saat umur yang belia. Pernah suatu saat di bulan ramadhan beliau tidak berpuasa, hal ini membuat orang bertanya kepada beliau, “Kenapa engkau tidak berpuasa?”, Imam Syafi’i menjawab, “Saya kan belum baligh”. Pada saat itu memang umur beliau masih 9 tahun. Tapi walaupun umur masih belia, beliau sudah banyak mengajar ta’lim di Mekah. Bahkan madzab Syafi’i lebih cepat berkembang ketimbang madzab Hanafi dan Maliki, banyak dari mereka yang sebelumnya bermadzab Maliki berpindah ke Madzab Syafi’i karena Imam Syafi’i lebih cerdas dan mudah dalam menyampaikan ilmu. Sampai-sampai ada ulama yang berdo’a, “Ya Allah, wafatkanlah Imam Syafi’i agar madzab Maliki tidak hilang dari muka bumi ini”.
Beliau banyak memiliki murid yang menjadi ulama besar, salah satunya adalah Imam Ahmad bin Hambal atau Imam Madzab Hambali, yang madzab nya banyak diikuti di Arab Saudi. Pernah pada saat sholat subuh, Imam Syafi’i menjadi imam dan Imam Ahmad menjadi makmum, setelah selesai sholat Imam Ahmad bertanya, “Wahai guruku, kenapa engkau tadi tidak qunut, bukankah engkau adalah ulama yang sangat menekankan qunut pada sholat shubuh?”, Imam Syafi’i menjawab, “Aku tidak qunut karena yang ada dibelakangku adalah engkau seorang ulama besar dan engkau termasuk ulama yang tidak menekankan qunut pada sholat shubuh”. Toleransi kedua ulama ini memang sangat luar biasa, hal ini juga pernah dilakukan Imam Ahmad ketika berkunjung ke rumah Iman Syafi’i. Beliau yang tidak berqunut tiba-tiba berqunut, karena yang ada dibelakang beliau adalah ulama besar yang menekankan qunut.
Suatu ketika, Imam Syafi’i berkunjung ke rumah Imam Ahmad. Kedatangan Imam Syafi’i sangat ditunggu oleh Imam Ahmad karena Imam Syafi’i disamping orang yang sholeh, beliau juga guru dari Imam Ahmad. Anak dari Imam Ahmad sangat penasaran dengan Imam Syafi’i, karena ayahnya sangat mengagumi beliau, bahkan Imam Ahmad mengatakan bahwa Imam Syafi’i seperti matahari di dalam kehidupannya. Namun kedatangan Imam Syafi’i ini mendatangkan kebingungan anaknya Imam Ahmad. Karena kebingungan ini anak Imam Ahmad bertanya, “Wahai ayah, kata engkau Imam Syafi’i ini orang yang alim dan sholeh, tetapi kenapa aku melihat ada hal yang aneh dari beliau”, Imam Ahmad menjawab, “Hal apa yang membuatmu bingung wahai anakku?”.
“Ada tiga hal yang membuatku bingung, pertama Imam Syafi’i ini makan nya banyak sekali, bukannya umat islam tidak dianjurkan untuk makan terlalu kenyang. Kedua, pada saat malam, beliau tidak bangun untuk menunaikan sholat tahajjud, bukannya sholat tahajjud adalah sholat sunnah yang sangat dianjurkan setelah sholat wajib. Dan yang ketiga, ketika ayah sholat shubuh, beliau langsung ikut sholat tanpa wudlu terlebih dahulu. Imam Ahmad tersenyum dan menjawab, “Wahai anakku, silahkan tanya langsung kepada Imam Syafi’i”.
Akhirnya anak Imam Ahmad bertanya kepada Imam Syafi’i tentang tiga hal tadi. Imam Syafi’i tersenyum dan menjawab, “Pertama, kenapa aku makan sangat banyak, karena aku makan di rumah seorang Imam Ahmad, ulama besar yang sangat sholih. Aku yakin makanan beliau sangat halal dan berkah melebihi penduduk yang ada disini, oleh karena itu aku makan sangat banyak karena mengharap keberkahan dari Allah. Kedua, kenapa aku tidak tahajjud, karena aku sedang memikirkan banyak masalah umat. Banyak umat yang bertanya padaku tentang masalah-masalahnya, sehingga semalaman aku berfikir untuk menyelesaikan masalahnya dan akhirnya selesailah aku menjawab masalah mereka dalam sebuah kitab yang ada dalam fikirkanku. Ketiga, kenapa ketika aku langsung sholat shubuh tanpa wudlu, karena aku belum batal semalaman. Selepas sholat ‘isya, aku belum batal sama sekali sampai waktu shubuh, oleh karena itu aku tidak wudlu terlebih dahulu.
Maasyaa Allah sungguh kisah yang sangat mengagumkan. Ulama yang sangat sholih, tawadhu’, rendah hati, ‘alim, dan cerdas. Sungguh figur seperti beliau patut dijadikan teladan, dimana beliau sangat gemar menuntut ilmu, bersilaturrahim, mengajarkan ilmu dll.
Semoga kita senantiasa bisa mengikuti kebaikan yang ada pada diri beliau.
Wallaahua’laam bisshowab. Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dalam penulisan karena isi dari tulisan semata-mata mendengar dari ceramah dan juga tulisan-tulisan. Bukan bermaksud menggurui, tetapi untuk mengingatkan diri pribadi 🙂