Penaklukan Kota Makkah: Latar Belakang, Persiapan, dan Jalannya Penaklukan

Pertanyaan:

Saya punya beberapa pertanyaan tentang Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah): Apa tujuan Fathu Makkah? Bagaimana Makkah ditaklukkan tanpa peperangan? Bagaimana Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengorganisir pasukannya? Apa arahan-arahan beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam kepada pasukannya? Bagaimana Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memimpin pasukan selama misi tersebut dijalankan?

Alhamdulillah. Pertama, bahwa tujuan Fathu Makkah adalah sebagaimana tujuan umum semua peperangan dan ekspedisi militer yang dijalankan oleh Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, yaitu mengajak manusia kepada agama Islam, menghentikan kerusakan, dan menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi manusia dari agama Tuhan semesta alam.

Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman (yang artinya), “Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah (kerusakan) dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan kecuali terhadap orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 193)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar —Semoga Allah Meridainya— bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan itu semua, maka darah dan harta mereka telah terjaga dariku, kecuali dengan hak Islam. Adapun hisab mereka ada di sisi Allah.” (HR. Bukhari (25) dan Muslim (22)).

Selain itu, ada tujuan khusus dalam Fathu Makkah, yaitu Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ingin menolong sekutu beliau dari Bani Khuza’ah karena orang-orang Quraisy dan sekutu mereka menyerangnya. Pada tahun keenam hijriah, Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menyepakati perjanjian damai dengan kaum Quraisy, yaitu perjanjian Hudaibiyah, untuk jangka waktu sepuluh tahun. Adapun para kabilah dan orang-orang diberi kebebasan memilih, yang ingin bergabung menjadi sekutu Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dipersilakan dan yang ingin bergabung menjadi sekutu kaum Quraisy juga dipersilakan.

Muhammad bin Ishaq bin Yasar meriwayatkan dari az-Zuhri, yakni Muhammad bin Muslim bin Syihab, dari Urwah bin Zubair dari al-Miswar bin Makhramah dan Marwan bin al-Hakam bahwa mereka ketika membicarakan Perjanjian Hudaibiyah mengatakan bahwa, “Inilah yang disepakati oleh Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr, untuk mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun, yang mana selama itu masyarakat akan aman dan saling menahan diri.” … Di antara syarat yang mereka sepakati ketika mereka menulis perjanjian itu adalah bahwa barang siapa yang mau masuk menjadi sekutu dan terikat dengan Muhammad, maka diperbolehkan masuk, sementara orang yang mau masuk menjadi sekutu dan terikat dengan suku Quraisy, maka diperbolehkan masuk. Bani Khuza’ah mengadakan kesepakatan di antara mereka dengan mengatakan, “Kami masuk sekutu dan terikat dengan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam.” Bani Bakr juga mengadakan kesepakatan di antara mereka dengan mengatakan, “Kami masuk sekutu dan terikat dengan Quraisy.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad (31/212-218). Para Muhaqqiq kitab al-Musnad menggolongkannya sebagai hadis yang hasan.

Al-Hafiz Ibnu Hajar —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa latar belakangnya (Fathu Makkah) adalah karena kaum Quraisy melanggar perjanjian yang disepakati di dalam Perjanjian Hudaibiyah. Kabar ini sampai kepada Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, maka beliau menyerbu mereka. Ibnu Ishaq berkata bahwa sudah ada perang dan konflik antara Bani Bakar dan Khuza’ah sejak masa jahiliah. Namun perhatian mereka teralihkan sejak agama Islam muncul.

Dalam masa gencatan senjata, Naufal bin Muawiyah ad-Diyali dari Bani Bakar pergi menemui Bani Diyal lalu menyerang Khuza’ah pada malam hari di sekitar sumber air mereka yang bernama al-Watir. Dia berhasil membunuh salah satu dari mereka yang bernama Munbih. Kemudian, Bani Khuza’ah bangkit melawan mereka sehingga terjadi peperangan hingga memasuki wilayah tanah Haram tanpa meninggalkan peperangan. Suku Quraisy membantu Bani Bakar dengan persenjataan, sementara sebagian mereka membantu berperang bersama mereka di malam hari secara sembunyi-sembunyi.

Ketika perang usai, Amr bin Salim al-Khuza’i pergi dan menemui Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ketika itu beliau sedang duduk-duduk masjid, dia bersyair:

“Ya Tuhan, aku memohon kepada Muhammad,

yang menjadi sekutu ayah kami dan ayahnya sejak dahulu,

Tolonglah, semoga Allah membimbingmu menuju kemenangan,

dan serulah hamba-hamba Allah agar datang menyokong,

Sungguh orang Quraisy telah melanggar janjimu,

dan mengingkari kesepakatan denganmu,

Mereka menyerang kami di al-Watir di malam gulita, membunuh kami saat kami sedang rukuk dan sujud,

Mereka mengira aku tak bisa meminta bala bantuan,

padahal mereka itu lebih lemah dan sedikit jumlahnya.”

Ibnu Ishaq berkata bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Aku akan menolongmu, wahai Amr bin Salim.” Itulah yang memicu penaklukan kota Makkah. Al-Bazzar meriwayatkan sebagian bait tersebut dalam kisah ini dari jalur Hammad bin Salamah dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, yang sanadnya hasan dan bersambung. Selesai kutipan dari Fathul Bari (7/519-520).

Kedua:

  • Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam langsung mempersiapkan semua kekuatan dan segala cara untuk menolong, dalam rangka mengamalkan firman-Nya Subẖānahu wa Taʿālā, “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kalian miliki dan dengan pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui, tetapi Allah Yang Mengetahui mereka. Apa saja yang kalian infakkan di jalan Allah, niscaya akan dibalas secara sempurna kepada kalian dan kalian tidak akan dirugikan.” (QS. Al-Anfal: 60)
  • Kemudian, beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap dan menyuruh keluarganya untuk membantu mempersiapkan segala sesuatunya. Ibnu Hisyam —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu memerintahkan agar segala perlengkapan disiapkan, dan menyuruh keluarganya untuk menyiapkannya. Abu Bakar lantas mendatangi putrinya, Aisyah —Semoga Allah Meridainya— yang ketika itu dia sedang sibuk mempersiapkan beberapa perlengkapan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Dia —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Wahai putriku, apakah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan kalian untuk mempersiapkannya?” Dia berkata, “Ya,” lalu dia mempersiapkannya. Dia bertanya, “Menurutmu, beliau ingin (berperang) ke mana?” Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu.” Kemudian, Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengumumkan kepada orang-orang bahwa dia hendak menuju ke Makkah, dan memerintahkan mereka untuk bersungguh-sungguh dan mempersiapkan diri. Selesai kutipan dari Sīrah Ibni Hisyām (4/39).
  • Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berusaha untuk menyembunyikan rencana ini dari orang-orang Makkah agar dapat mengejutkan mereka, dan Allah Subẖānahu wa Taʿālā Memberi kemudahan atas apa yang beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam inginkan ini sehingga kaum Quraisy tidak menyadarinya sampai saat pasukan kaum muslimin sudah sampai di Marru Ẓahrān di dekat kota Makkah. Al-Hafiz Ibnu Hajar —Semoga Allah Merahmatinya— mengutip dalam bukunya al-Maṯhālib al-ʿĀliyah (17/459) dari Musnad Ishaq bin Rahawaih dengan sanadnya dari Ibnu Abbas —Semoga Allah Meridainya— yang berkata bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam pergi ke Makkah pada hari kesepuluh bulan Ramadan. … Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam singgah di Marru Ẓahrān membawa sepuluh ribu orang, termasuk di antaranya adalah seribu orang dari Bani Muzainah dan tujuh ratus dari Bani Sulaim. Berita itu telah menyebar kepada orang-orang Quraisy, tetapi mereka tidak mendapatkan kabar tentang Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan tidak mengetahui apa yang sedang beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam perbuat. Riwayat ini dinilai hasan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar.
  • Nabi Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan kaum muslimin untuk membatalkan puasa agar kuat dalam berperang, ketika mereka sudah dekat dengan musuh, karena mereka sedang berada di bulan Ramadan. Imam Muslim (1120) meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri —Semoga Allah Meridainya— yang berkata, “Kami bersafar bersama Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ke (penaklukan) kota Makkah saat kami sedang berpuasa. Lalu, ketika kami singgah di suatu tempat, Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya kalian telah mendekati musuh kalian, sehingga tidak berpuasa lebih menguatkan kalian.’ Itu adalah rukhsah, sehingga beberapa dari kami berpuasa dan ada di antara kami yang tidak. Lalu, ketika kami singgah di suatu tempat yang lain, Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya pagi ini kalian akan menyerbu musuh kalian, sehingga tidak berpuasa lebih menguatkan kalian, maka batalkan puasa kalian.’ Adapun ini adalah perintah, maka kami membatalkan puasa.” Disebutkan dalam ʿAun al-Maʿbūd Syarẖi Sunan Abī Dawūd bahwa dalam hadis ini ada dalil bahwa membatalkan puasa bagi seseorang yang sedang dalam perjalanan perang dan hampir sampai di tempat musuh itu lebih utama, karena bisa jadi musuh juga sudah sampai di tempat tersebut, yang menjadi tempat potensial untuk terjadi bentrokan dengan musuh. Oleh karena itulah lebih baik membatalkan puasa, tetapi beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak mewajibkannya. Adapun jika sudah jelas-jelas bertemu dengan musuh, maka membatalkan puasa adalah keharusan, karena orang yang berpuasa itu lemah dalam menghadapi lawan-lawannya, apalagi ketika bentrokan dan peperangan sedang berkecamuk. Sudah jelas bahwa keadaan seperti itu tentu bisa menghinakan para tentara kebenaran dan memasukkan rasa takut kepada seluruh mujahidin kaum muslimin. Selesai kutipan.
  • Ketika beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sudah mendekati kota Makkah, beliau mulai melancarkan manuver-manuver militer yang membuat gentar kaum Quraisy dan tidak berani berperang. Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam singgah di Marru Ẓahrān, beliau memerintahkan para Sahabatnya untuk menyalakan api pada malam hari. Inilah yang membuat ngeri mata kaum Quraisy. Disebutkan oleh Ibnu Sa’ad dalam aṯ-Ṯabaqāt al-Kubrā (2/135) bahwa ketika beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam singgah di Marru Ẓahrān pada malam hari, beliau memerintahkan para Sahabatnya untuk menyalakan sepuluh ribu api, sementara ketika itu kaum Quraisy belum mengetahui pergerakan mereka. Mereka tertekan karena takut akan diserang oleh beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, sehingga mereka mengutus Abu Sufyan bin Harb. untuk mencari-cari berita dengan mengatakan, “Jika kamu bertemu Muhammad, maka mintakan keamanan darinya untuk kami.” Lantas Abu Sufyan bin Harb keluar bersama Hakim bin Hizam dan Badil bin Warqa’, dan ketika mereka melihat ada tentara, mereka ketakutan. Selesai kutipan.

Serangan tiba-tiba ini menjadi motif Abu Sufyan untuk menemui Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan menyatakan masuk Islam. Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu menempatkannya di tempat di mana dia bisa melihat kekuatan kaum muslimin dan banyaknya jumlah mereka agar dia bisa mengabarkan hal itu kepada penduduk Makkah untuk melemahkan kekuatan dan tekad mereka. Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sudah dalam perjalanan untuk penaklukan kota Makkah, orang-orang Quraisy mendengar kabar tersebut. Lalu Abu Sufyan bin Harb, Hakim bin Hizam, dan Budail bin Warqa’ langsung mencari berita tentang Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Mereka terus menyusuri jalan hingga sampai Marru Ẓahrān, ternyata di sana mereka melihat perapian seolah-olah perapian Arafah. Abu Sufyan berkomentar, “Apa ini? Sungguh sudah seperti perapian Arafah saja.” Budail bin Warqa’ mengatakan “Itu perapian Bani Amru.” Sedang Abu Sufyan mengatakan, “Milik Bani Amru lebih kecil daripada itu.” Para penjaga Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melihat mereka, lalu memburu dan menangkap mereka. Kemudian, mereka dibawa ke hadapan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Ketika itulah Abu Sufyan masuk Islam. Ketika Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memobilisasi pasukannya, beliau berkata kepada al-Abbas, “Tolong Abu Sufyan ditahan di lokasi penambatan unta agar ia bisa melihat kaum muslimin.” Lantas Abbas pun menahan Abu Sufyan di sana, selanjutnya beberapa kabilah melewati Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan batalion demi batalion pasukan berjalan melewati Abu Sufyan. (HR. Bukhari).

  • Tujuan dari manuver ini telah tercapai, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar —Semoga Allah Merahmatinya— dalam al-Maṯālib al-ʿĀliyah (17/461 – 462) dari Musnad Ishaq bin Rahawaih dengan sanadnya dari Ibnu Abbas —Semoga Allah Meridainya— bahwa al-Abbas menahannya di tempat yang diperintahkan oleh Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Kabilah demi kabilah melewati panji-panji mereka, sehingga setiap kali ada panji yang berjalan, mereka bertanya, “Siapakah ini?” Lalu aku menjawab, “Bani Sulaim,” lalu dia menimpali, “Aku tidak ada urusan dengan Bani Sulaim.” Lalu ketika ada panji yang lewat lagi, mereka bertanya, “Siapakah mereka?” Lalu aku menjawab, “Bani Muzainah,” lalu dia menimpali, “Aku tidak ada urusan dengan Bani Muzainah.” Mereka terus berkata demikian sampai lewat resimen hijau pimpinan Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lewat, yang diisi oleh orang-orang Muhajirin dan Ansar. Mereka (para kabilah) berkata, “Tidak ada seorang pun yang bisa menandingi mereka. Demi Allah, kekuasaan keponakanmu sekarang sudah berubah menjadi sangat besar.” Aku berkata, “Celakalah kau, wahai Abu Sufyan! Ini adalah kenabian! Dia menjawab, “Ya, memang benar.” Aku berkata, “Selamatkan kaummu.” Lalu dia pergi mendatangi mereka di Makkah dan berteriak sekeras-kerasnya, “Wahai kaum Quraisy! Inilah Muhammad. Dia datang membawa pasukan yang tidak bisa kalian tandingi. …” lalu berkata, “Barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka dia aman.” Mereka berkata, “Semoga Allah Membunuhmu! Kami tidak butuh rumahmu!” Lalu dia berkata, “Barang siapa yang menutup pintu rumahnya, maka dia aman.” Ibnu Hajar mengatakan bahwa ini adalah hadis sahih.

Ketiga:

Ketika Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam sudah mendekati kota Makkah, sekitar 22 kilometer setelah Marru Ẓahrān, beliau mendirikan kemah bersama pasukannya di sana dan mengorganisir mereka untuk dipersiapkan untuk memasuki kota Makkah. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam membagi pasukan menjadi beberapa batalion, yang mana masing-masing batalion mewakili satu kabilah. Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersama para Sahabat beliau dari kaum Muhajirin dan Ansar berada dalam satu batalion, sebagaimana disebutkan dalam dua hadis sebelumnya. Kemudian beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam membagi pasukan ini ketika sampai di Makkah. Pasukan sisi kanan dipimpin oleh Khalid bin Walid. Adapun di sisi kiri dipimpin oleh az-Zubair bin al-Awwam. Adapun pasukan pejalan kaki dan pasukan yang tidak berbaju besi dipimpin oleh Abu Ubaidah, sementara Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ada di batalion yang lain.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Rabah bahwa Abu Hurairah —Semoga Allah Meridainya— berkata, “Maukah kalian aku beritahu tentang sebuah hadis tentang kalian, wahai kaum Ansar? Kemudian dia menyebutkan hadis tentang peristiwa penaklukan kota Makkah lalu berkata, “Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bergerak hingga tiba di Makkah, lalu mengirim az-Zubair ke salah satu sisi pasukan, Khalid di sisi yang lain, dan Abu Ubaidah ke regu al-H̱ussar (pasukan yang tak berbaju besi). Mereka mengambil jalan di tengah lembah, sementara Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam berada dalam regu pasukan yang lain. (HR. Muslim (1780)).

Dalam riwayat lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim, “Kami bersama Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dalam hari penaklukan Makkah. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menempatkan pasukan di tengah lembah di mana Khalid bin Walid berada di sisi kanan pasukan, az-Zubair di sisi kiri, dan Abu Ubaidah bersama pasukan Bayādziqah (infanteri).

Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan Khalid untuk masuk ke kota Makkah dari jalur bawah (wilayah al-Misfalah) dan menegakkan panjinya di rumah-rumah yang paling rendah di sana. Sementara Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dan az-Zubair serta pasukan yang bersama mereka masuk dari jalur atas kota Makkah dan memasang panjinya di al-H̱ujūn.

Diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya yang berkata bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan agar panjinya dipusatkan di daerah al-H̱ujūn. Urwah berkata; Nafi’ bin Jubair bin Muṭʿim mengabarkan kepadaku dengan mengatakan, “Aku mendengar al-Abbas berkata kepada az-Zubair bin al-Awwam, ‘Wahai Abu Abdullah! Di sinilah Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan Anda untuk mengibarkan panji.’ Dia juga berkata, ‘Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ketika itu memerintahkan Khalid bin Walid agar masuk dari jalur atas kota Makkah dari wilayah Kadāʾ. Sementara Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk dari daerah Kudā. Dua pasukan berkuda Khalid bin Walid terbunuh di hari itu, yakni H̱ubaisy bin al-Asyʿar dan Kurzun bin Jabir al-Fihri.’” (HR. Bukhari (4280)).

Al-Hafiz Ibnu Hajar —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa perkataannya, “Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan Khalid bin Walid pada hari itu untuk masuk Makkah dari jalur atas dari daerah Kadā’ (dibaca dengan mad). Adapun Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam masuk dari daerah Kudā (dibaca pendek).”

Ini bertentangan dengan hadis-hadis sahih berikut ini bahwa Khalid masuk dari jalur bawah kota Makkah dan Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dari jalur atas. Demikian pula Ibnu Ishaq memastikan bahwa Khalid masuk dari jalur bawah kota Makkah dan Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dari jalur atas, lalu mendirikan kemah di sana. Musa bin Uqbah meriwayatkan dengan redaksi yang jelas dengan mengatakan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengutus az-Zubair bin al-Awwam untuk memimpin kaum muhajirin dan pasukan berkuda mereka. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkannya untuk masuk dari Kadāʾ, dari sisi atas kota Makkah. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga memerintahkannya untuk memasang panji di al-Hujūn dan tidak pergi sampai beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam datang. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengutus Khalid bin Walid untuk memimpin kabilah-kabilah Quḏāʿah, Sulaim, dan lain-lain, Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkannya untuk masuk dari jalur bawah kota Makkah dan memasang panji di rumah-rumah yang paling bawah. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam mengutus Sa’ad bin Ubadah memimpin batalion kaum Ansar, yang di garis depan ada Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menginstruksikan kepada mereka untuk menahan serangan dan tidak berperang kecuali untuk melawan orang yang menyerang mereka. Selesai kutipan dari Fathul Bari (8/10).

Keempat:

Meskipun penaklukan kota Makkah dianggap sebagai penaklukan terbesar dan peristiwa monumental dalam sejarah Islam dan umat manusia, hanya saja jumlah korban dalam penaklukan ini tidak lebih dari puluhan orang saja. Al-Hafiz Ibnu Hajar —Semoga Allah Meridainya— menyatakan bahwa Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa para sahabat Khalid bertemu dengan orang-orang Quraisy, termasuk Suhail bin Amr dan Safwan bin Umayah. Mereka berkumpul di al-Khandamah —suatu tempat di wilayah bawah Makkah— untuk memerangi kaum Muslimin. Terjadi bentrok di antara mereka, sehingga salah satu dari pasukan berkuda Khalid, Maslamah bin al-Mīlā’ al-Juhani terbunuh. Sementara itu, pihak kaum musyrikin berhasil dikalahkan dan ada dua belas atau tiga belas orang yang terbunuh.

Musa bin Uqbah meriwayatkan bahwa Khalid bin Walid bergerak cepat sampai masuk Makkah dari jalur bawah, di mana di sana telah berkumpul Bani Bakar, Bani al-Harits bin Abdu Manat, sebagian orang-orang dari kabilah Hudzail, dan sejumlah orang Habasyi yang dimintai tolong oleh orang-orang Quraisy. Mereka berperang melawan Khalid, dan dia melakukan perlawanan hingga mereka semua kalah. Dari Bani Bakar ada sekitar dua puluh orang yang terbunuh. Dari Hudzail adalah tiga atau empat orang. Bentrok dengan mereka berakhir di al-Jazūrah, sampai di depan pintu Masjid (al-Haram) sampai mereka memasuki pemukiman warga dan sebagian lagi naik ke gunung, sehingga Abu Sufyan berteriak, “Barang siapa yang menutup pintunya dan menahan tangannya (serangannya), maka dia aman.”

Dia juga mengisahkan bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam ketika melihat kilatan-kilatan pedang berkata, “Apa ini? Bukankah aku sudah melarang untuk berperang?” Mereka berkata, “Dugaan kami Khalid diserang sehingga terpaksa berperang, karena tidak punya pilihan selain berperang.” Lalu Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bertanya setelah menenangkan Khalid bin Walid, “Mengapa kamu berperang padahal aku sudah melarang kamu berperang?” Dia mengatakan, “Mereka memulai duluan memerangi kami dan menodongkan senjata ke arah kami. Aku sudah menahan tanganku sekuat tenaga.” Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu bersabda, “Kehendak Allah lebih baik.” Ibnu Sa’ad menyebutkan bahwa jumlah korban dari pihak kafir ada dua puluh empat orang. Adapun dari kabilah Hudzail secara khusus ada empat orang. Ada yang mengatakan bahwa korban jiwa dari pihak mereka ada tiga belas orang. Selesai kutipan dari Fath al-Bari (8/10-11).

Sedikitnya korban jiwa jika dibandingkankan dengan besarnya peristiwa penaklukan ini, maka ada tiga faktor:

  1. Faktor pertama bahwa manuver militer yang dijalankan oleh Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam dengan berbagai persiapan, kerahasiaan untuk menuju ke Makkah, dan semua yang disebutkan sebelumnya, semua itu —dengan takdir dari Allah— memberi dampak yang besar dalam memasukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang Makkah dan menggembosi semangat perang mereka, sehingga hanya sedikit dari mereka yang berani bangkit untuk berperang. Selain itu, kedatangan tiba-tiba ini membuat mereka tidak sempat bersiap untuk
  2. Faktor kedua adalah faktor keagungan dan kesucian tempat terjadinya peperangan ini, yaitu Masjidil Haram di kota Makkah. Hal ini tentu menjadi faktor pendorong bagi umat Islam untuk sebisa mungkin menahan pedang mereka. Sebab itulah ketika Sa’ad bin Ubadah berkata, “Wahai Abu Sufyan! Hari ini adalah hari perang besar! Hari ini Kabah akan dihalalkan …!” Ketika Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melewati Abu Sufyan, dia berkata, “Tahukah kamu apa yang dikatakan Sa’ad bin Ubadah?” Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menjawab, “Apa yang dia katakan?” Dia berkata, “Dia berkata begini dan begitu.” Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menjawab, “Sa’ad keliru, justru ini adalah hari di mana Allah Memuliakan Ka’bah dan hari di mana Ka’bah akan ditutupi (dilindungi).” (HR. Bukhari (4280)). Setelah penaklukan ini, beliau tidak memberikan izin untuk melakukan balas dendam, kecuali kepada Bani Khuza’ah, untuk melakukan balas dendam kepada Bani Bakar. Pun beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak memberikan izin kepada mereka kecuali hanya di siang hari hingga waktu asar pada hari penaklukan kota Makkah itu, kemudian beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berhenti membunuhi mereka.

Diriwayatkan dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya yang berkata bahwa ketika Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Tahan senjata kalian, kecuali kabilah Khuza’ah terhadap Bani Bakar.” Beliau memberi izin kepada mereka hingga beliau melaksanakan salat Asar lalu beliau bersabda, “Tahan senjata kalian.” Keesokan harinya, seorang laki-laki dari Khuza’ah bertemu dengan seorang laki-laki dari Bani Bakar di Muzdalifah lalu dia membunuhnya. Hal ini sampai kepada Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, lantas beliau bangkit dan berkhotbah sementara aku melihat beliau menyandarkan punggung beliau ke Ka’bah. Beliau mengatakan, “Orang yang paling dimusuhi Allah adalah orang yang membunuh seseorang di tanah Haram, orang yang membunuh selain pembunuh, atau membunuh karena dendam di masa jahiliah. (HR. Ahmad dalam al-Musnad (11/264-265), dan dinilai hasan oleh para Muhaqqiq kitab al-Musnad).

  1. Faktor ketiga, welas asih Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam terhadap manusia dan kecondongannya untuk mengupayakan perdamaian bila memungkinkan. Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memberikan jaminan keamanan kepada setiap orang yang memasuki rumahnya sendiri, rumah Abu Sufyan, atau masjid, atau meletakkan senjatanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah —Semoga Allah Meridainya— bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan maka dia aman, barang siapa meletakkan senjatanya maka dia aman, dan barang siapa yang menutup pintunya, maka dia aman.” (HR. Muslim (1780)). Dalam riwayat Abu Dawud (3022) dari Ibnu Abbas —Semoga Allah Meridainya— disebutkan, “Barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan maka dia aman, barang siapa yang menutup pintunya maka dia aman, dan barang siapa yang masuk masjid, maka dia aman.” Ibnu Abbas berkata bahwa orang-orang lalu terpencar-pencar ke rumah-rumah mereka dan ke masjid. Hadis ini dinilai hasan oleh al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud (2/257). Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga berwasiat kepada para pasukannya untuk tidak menyerang kecuali jika mereka diserang, sebagaimana telah disebutkan dalam perkataan Ibnu Hajar —Semoga Allah Merahmatinya—. Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber:

https://www.islamqa.info/ar/answers/261634/نبذة-عن-فتح-مكة
PDF sumber artikel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *