Membangun Pondasi Masyarakat Islam

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di kota Madinah dan tinggal di rumah kediaman Abu Ayyub al-Anshari dan sebelumnya unta tunggangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di suatu tempat di Madinah, maka kaum Muslimin menjadikannya sebagai tempat untuk menunaikan shalat. Tempat itu merupakan tempat penjemuran kurma milik Suhail dan Sahl, dua anak yatim dari Bani Najjar yang berada dalam pemeliharaan As’ad bin Zurarah.

Ketika tunggangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di tempat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

هَذَا إِنْ شَاءَ اللهُ الْمَنْزِلُ

Insya Allah, tempat ini (untuk) rumah.” (HR. Bukhari)

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggil kedua anak yatim itu dan menawar tanah itu untuk dijadikan masjid. Tetapi kedua anak itu berkata: “Justru kami ingin memberikannya kepada Anda, wahai Rasulullah.” Meski demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merasa enggan menerima pemberian dua anak kecil ini, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tetap membelinya. Dan di atas tanah ini, Masjid Nabawi dibangun. (HR. Bukhari, al-Fath, 15/101, no. 3906)

Dalam riwayat Imam Bukhari rahimahullah lainnya diceritakan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hendak memerintahkan pembangunan masjid, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengirim utusan ke Bani Najjar memanggil mereka. Ketika mereka sudah datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada mereka:

 يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي بِحَائِطِكُمْ هَذَا قَالُوا لَا وَاللَّهِ لَا نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلَّا إِلَى اللَّهِ

“Wahai Bani Najjar, hargailah kebun kalian ini untukku!” Mereka menjawab: “Demi Allah, tidak! Kami tidak akan meminta harganya kecuali kepada Allah ta’alaa.”

Ternyata ada yang menceritakan bahwa di tempat ini terdapat kuburan orang-orang musyrik, dataran yang agak tinggi, dan ada juga pohon kurma. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar kuburan orang-orang musyrik ini digali dan tulang belulangnya dikeluarkan, dataran yang agak tinggi diratakan, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar memotongi pohon-pohon kurma tersebut dan menyusunnya di arah kiblat masjid. Setelah itu, pembangunan masjid pun dimulai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri berbaur bersama para sahabat membawa batu bata yang masih mentah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan syair:

هَذَا الْحِمَـالُ لَا حِمَـالَ خَيْبَرْ هَذَا أَبَرُّ رَبَّنَا وَأَطْهَرْ

Yang dibawa ini bukanlah beban dari Khaibar.

Ini lebih kekal, lebih bermanfaat, dan lebih suci di sisi Rabb kami.

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga berseru:

اللَّهُمَّ إِنَّ الْأَجْرَ أَجْرُ الْآخِرَهْ فَارْحَمْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ

Ya Allah, sesungguhnya ganjaran itu adalah ganjaran Akhirat.

Berilah rahmat kepada kaum Anshar dan kaum Muhajirin. (HR. Bukhari, al-Fath, 15/101, no. 3906)

Dalam riwayat lain diceritakan bahwa mereka memindahkan bebatuan sambil membawakan syair, sementara itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga berbaur bersama mereka. Mereka mengumandangkan syair:

اللَّهُمَّ إِنَّهُ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُ الْآخِرَهْ فَانْصُرْ الْأَنْصَارَ وَالْمُهَاجِرَهْ

Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan Akhirat.

Maka berilah pertolongan kepada kaum Anshar dan Muhajirin. (HR. Bukhari,al-Fath, 15/101, no. 3932)

This image has an empty alt attribute; its file name is DUqMIizqKI22H1KG840qEA-PNRVHY6ORH1iMsmH0rmZK3teKriCKn3igWktJDOSuKqcZjtOl2J_ipGRStLCW6EeFUevuasduub0--4bsPUp4iHRa7TI_FNEobNwlPlLuu6PQMjVbqJWWMBZoWfW9QHR428ub0sBI

Dalam pembangunan masjid ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutamakan orang-orang yang ahli. Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat yang ikut bekerja membangun masjid: “Dekatkanlah al-Yamami ke tanah itu, karena sentuhan dia terbaik di antara kalian, dan paling kuat adonannya.”

Dalam riwayat lain, al-Yamami berkata: “Aku mencampurkan tanah, lalu seakan campuranku ini menakjubkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bersabda: ‘Biarkanlah al-Yamaami al-Hanafi dengan tanah, karena dia paling ahli di antara kalian dalam urusan tanah’.” (Ibnu Hajar rahimahullah membawakan kedua riwayat ini dalam kitab Fathul-Baari, 3/112. Beliau rahimahullah mengatakan, diriwayatkan oleh imam Ahmad)

Para sahabat tidak ketinggalan untuk membantu pembangunan ini. Abu Bakar mengangkat batu dan menyusunnya, juga Umar bin al-Khaththab dan Utsman bin Affaan tidak ketinggalan mengangkat batu-batu dan menyusunnya untuk dijadikan dinding masjid. (Kisah mereka lihat di al-Mustadrak al-Hakim 3/13 dengan sanad yang dishahihkan adz-Dzahabi)

‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu termasuk sahabat yang sangat bersemangat dalam pembangunan ini. Saat yang lain membawa satu batu bata, dia membawa dua. Satu untuk dirinya, sedangkan yang satu lagi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Melihat perbuatan ‘Ammar ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusap punggung ‘Ammar seraya bersabda: “Wahai Ibnu Sumayyah, orang-orang ini mendapatkan pahala satu, tetapi engkau mendapatkan pahala dua, bekal terakhirmu adalah satu hirupan susu, dan engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.” (HR. Muslim (4/2236, no. 2916), Ahmad dalam al-Musnad (3/5), al-Hakim (3/389) dan beliau rahimahullah berkata: “Hadis ini shahih menurut syarat imam Bukhari dan Muslim, namun beliau berdua tidak membawakannya.”)

Hadis ini termasuk di antara bukti kenabian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena di kemudian hari ‘Ammar radhiyallahu ‘anhu meninggal dengan cara yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis di atas.

Pembangunan masjid Nabawi membutuhkan waktu dua belas hari. Setelah itu, dilanjutkan dengan membangun kamar-kamar untuk istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan cara yang sama sebagaimana membangun masjid. Saudah bin Zum’ah radhiyallahu ‘anha, salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki tempat tersendiri, dan begitu pula dengan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dua rumah inilah yang pertama kali dibangun untuk istri-istri beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Keduanya berdampingan dengan masjid dan sangat sederhana, terbuat dari tanah dan pelepah kurma, atau batu yang disusun dan atapnya pelepah kurma. Kemudian dilanjutkan dengan rumah-rumah berikutnya jika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menikah lagi. Setelah semuanya selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pindah dari rumah Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu ke tempat yang baru dibuat itu.

Pada tahun pertama hijrah ini pula disyariatkan azan dengan lafaz yang kita dengar sekarang. Demikian, menurut pendapat yang rajih. Diriwayatkan, saat ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu bermimpi tentang lafaz-lafaz azan lalu diceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada Bilal bin Rabbah radhiyallahu ‘anhu untuk mengumandangkan azan dengan lafaz-lafaz tersebut. Ketika azan ini terdengar oleh ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia pun bergegas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan mimpinya yang sama dengan mimpi ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu.

Hingga beberapa lama, keadaan masjid yang sangat sederhana ini tetap sama tak berubah sebagaimana saat dibangun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, beliau radhiyallahu ‘anhu tidak melakukan renovasi apapun. Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, beliau radhiyallahu ‘anhu merubah tiangnya yang terbuat dari pohon kurma menjadi kayu dan melindungi atapnya dari hujan. Kemudian Utsman radhiyallahu ‘anhu, beliau radhiyallahu ‘anhu melakukan banyak perubahan. Beliau radhiyallahu ‘anhu membangun temboknya dengan batu yang berukir, dan begitu pula dengan tiangnya. Sedangkan atapnya dirubah dengan sejenis kayu hias. (HR. Bukhari, al-Fath(3/106 dan 108, no. 446). Mengenai yang dilakukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu ini, maka Ibnu Hajar berkata: “Beliau radhiyallahu ‘anhu membaguskannya tanpa menghiasnya.”)

Awal mulanya, di masjid Nabi ini belum ada mimbar sebagai tempat berkhutbah. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah sambil bersandar pada sebuah batang kurma. Tentang batang kurma ini, terdapat peristiwa yang menjadi bukti kebenaran kenabian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dibuatkan mimbar dan kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pindah tempatnya dalam menyampaikan khutbah, batang kurma yang biasa dijadikan sandaran beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu menangis layaknya anak kecil. Mendengar tangisan pohon ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun kembali kepadanya dan memeluknya sehingga diam. (Lihat kisah ini dalam Shahih Bukharidengan lafaz berbeda. al-Fath, 14/95, no. 3584, dan 3585)

Alangkah indahnya keterangan yang disampaikan oleh Hasan al-Bashri setelah membawakan riwayat ini. Beliau rahimahullah berkata: “Wahai kaum Muslimin, kayu bisa merintih karena merindukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka bukankah orang-orang yang berharap bisa berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih pantas untuk merindukannya?” (Al-Baihaqi dalam Dalaailun-Nubuwwah, 2/559)

Fungsi Masjid

Dibangunnya masjid oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki fungsi sebagai sarana ibadah. Juga difungsikan untuk mengurus segala hal berkaitan dengan kepentingan kaum Muslimin, seperti:

  1. Menampung kaum Muhajirin yang miskin dan masih lajang yang belum bisa membuat tempat tinggal sendiri. Mereka ini dikenal dengan ahlu shuffah(Riwayat Bukhari, al-Fath, 3/102 berdasarkan dari perkataan Anas radhiyallahu ‘anhu)
  2. Menampung kaum wanita yang baru masuk Islam dan belum mendapatkan tempat tinggal selain masjid, seperti al-Walidah as-Sauda` yang membuat rumah-rumahan dan kecil. (Lihat kisahnya, saat beliau radhiyallahu ‘anha dituduh mencuri oleh kaumnya. Bukhari, al-Fath, 3/100, no. 439)
  3. Menjadi pusat pembelajaran kaum Muslimin tentang masalah din mereka.
  4. Menjadi pusat penggubahan syair-syair untuk membela dakwah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Riwayat Bukhari, al-Fath, 3/118, no. 453. Lihat pula keterangan Ibnu Hajar rahimahullah dalam bab ini)
  5. Menjadi tempat menahan para tawanan perang, sehingga kaum Muslimin bisa mengambil pelajaran, dan para tahanan itu juga bisa mengambil pelajaran saat melihat kaum Muslimin melakukan shalat dan mendengarkan al-Qur`an, sebagaimana dalam kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu ‘anhu. (HR. Bukhari, al-Fath, 3/127, no. 461)
  6. Menjadi pusat pengobatan bagi kaum Muslimin yang terluka dalam peperangan.
  7. Tempat menerima duta-duta yang diutus kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
  8. Sebagai tempat berkumpul kaum Muslimin dengan para komandan mereka. Dalam hal ini terdapat dua faedah (pelajaran) yang bisa diambil.
    1. Mendekatkan hubungan antara kaum Muslimin dengan para komandan.
    2. Mendekatkan hubungan sesama kaum Muslimin.

Dua faedah sudah dirasakan oleh banyak kaum Muslimin. Karena mereka mengira, bahwa masjid hanya untuk shalat saja.

Hukum dan Hikmah dari Kisah di Atas

  1. Mayoritas ulama ahli fikih berdalil dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang membeli tanah milik anak yatim melalui perantara orang yang memelihara mereka, sebagai dalil tidak sahnya akad anak yang belum baligh pada harta yang dia miliki. Untuk menguatkan dalil ini, para ulama juga memiliki dalil lain dari al-Qur`an:

وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗ

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.” (QS. al-An’am/6: 152) (Lihat juga surat al-Isra`/17 ayat 33)

Sedangkan hadis yang menunjukkan bahwa akad ini terjadi langsung antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan si anak, maka pengertiannya bisa dibawa pada kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membeli tanah ini dari si anak dalam kapasitasnya sebagai pemimpin seluruh kaum Muslimin, bukan sebagai pribadi.

Dalam masalah akad yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh, para ulama memiliki beberapa pendapat, di antaranya:

  • Jika akadnya hanya akan mendatangkan manfaat bagi dia seperti menerima pemberian, maka itu boleh.
  • Jika akadnya hanya akan mendatangkan bahaya, seperti akad memberikan sesuatu maka itu tidak boleh.
  1. Perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggali kuburan lama menunjukkan bolehnya menggali kuburan yang lama itu dan membangun masjid di atasnya, jika tanahnya sudah bersih.
  2. Bahwasanya tanah yang ada kuburannya masih boleh dijual dan masih menjadi hak yang memilikinya dan ahli warisnya, jika tanah itu belum diwakafkan.
  3. Berdasarkan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak memberatkan diri dalam membangun masjid, dan berdasarkan perkataan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, maka para ulama menyatakan bahwa hukum mengukir masjid dan menghiasinya adalah makruh, bahkan sebagian berpendapat haram.

Sumber: As-Siratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashadiril ashliyyah, Dr. Mahdi Rizqullah dan Shahih as-Siraah an-Nabawiyah karya Ibrohim al-‘Aliy.

Read more https://kisahmuslim.com/6922-membangun-pondasi-masyarakat-islam.html

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *