Lini Masa Khulafaur Rasyidin (Seri 7: Tahun 637 M)

Awal Mula Penyerbuan Kaum Muslimin ke Anatolia (Turki) di bawah Komando Surāqah bin Amr dan Abdurrahman bin Rabīʿah.

Tahun Hijriah: 15 Rajab/Tahun Masehi: 636 M 

Detail Peristiwa:

Umar bin Khattab menugaskan Surāqah bin Amr dan Abdurrahman bin Rabīʿah untuk bergerak maju ke ‘Negeri Pintu’ (Bilād al-Bāb) yakni negeri orang-orang Turki di belakang daerah Bāb al-Abwāb, yang dikenal dengan nama Darband. Umar bin Khattab radhiyallāhu ʿanhu menyokong mereka dengan Habib bin Maslamah, tetapi Syahrairaz, penguasa negeri itu meminta Abdurrahman untuk memberinya tenggat waktu, maka dia menyanggupinya. Ia juga mengungkapkan kebenciannya terhadap orang Armenia dan Qabaj yang tinggal di sekitar negerinya serta menyampaikan berbagai niat baiknya kepada kaum Muslimin. Ia meminta agar ia dibebaskan dari pembayaran jizyah, sebagai gantinya, ia akan membantu mereka memerangi orang-orang Armenia dan orang-orang di sekitar mereka. Surāqah menerimanya dan Umar pun menyetujui hal ini. Kemudian, Surāqah mengerahkan empat satuan pasukan ke negeri-negeri sekitar Armenia dan menaklukkannya.

Sumber:

https://dorar.net/بَدْءُ غارات المسلمين على الأَناضُول (تُرْكِيا) بقِيادةِ سُراقةَ بن عَمرٍو وعبدِ الرَّحمن بن رَبيعةَ

Sumber artikel PDF

 

Wafatnya Mariyah al-Qibthiyyah radhiyallāhu ʿanhu

Tahun Hijriah: 16 Rajab/Tahun Masehi: 637 M 

Detail Peristiwa:

Namanya adalah Mariyah al-Qibthiyyah radhiyallāhu ʿanhā, yang dihadiahkan oleh Muqauqis kepada Nabi ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam, yang oleh beliau ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam dijadikan selir, yang kemudian melahirkan Ibrahim. Beliau ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam berkata, “Putranya telah memerdekakannya.” Dia tidak termasuk istri-istri Nabi ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam sehingga bukan termasuk Ummahātul Muʾminīn (ibunda kaum Mukminin). Abu Bakar dan Umar menjamin nafkahnya sampai dia wafat di masa kekhalifahannya, yang kemudian Umar radhiyallāhu ʿanhu juga yang memimpin salat jenazahnya.

Sumber:

https://dorar.net/وَفاةُ مارِيا القِبطيَّة رضِي الله عنها

Sumber artikel PDF

 

Penaklukan Bahurasir “Al-Madāin Barat” di bawah Komando Saad bin Abi Waqqash

Tahun Hijriah: 16 Rajab/Tahun Masehi: 637 M 

Detail Peristiwa:

Kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Qadisiyyah mendorong mereka untuk terus maju menuju al-Madāin, ibu kota Persia. Saad melanjutkan kampanye militer bersama tentaranya hingga sampai Bahurasir “Al-Madāin Barat”, yang merupakan salah kota utama Persia. Saad radhiyallāhu ʿanhu singgah di daerah dekat dengan kota itu lalu mengirim sejumlah tentaranya untuk mengamati situasi.

Para tentara lalu kembali dengan menggiring ribuan petani setempat di depan mereka, yang merupakan warga pribumi daerah setempat. Ketika Syirzar Dahqan, Amir Sābāth, mengetahui hal ini, dia mengirim utusan kepada Saad untuk meminta dia agar membebaskan para warga lokal dan memberitahunya bahwa mereka bukanlah prajurit, melainkan hanya petani upahan, dan mereka tidak juga berperang melawan pasukannya.

Saad menulis surat kepada Umar radhiyallāhu ʿanhu untuk menjelaskan situasi tersebut kepadanya dan meminta sarannya, “Kami tiba di Bahurasir setelah apa yang kami hadapi setelah berjalan dari Qadisiyah sampai Bahurasir, tanpa ada seorang pun yang datang untuk berperang. Lalu saya menyebarkan pasukan berkuda dan mengumpulkan para petani dari pedesaan dan wilayah hutan.” Umar menjawab, “Jika orang-orang tersebut tidak membantu dalam memerangi kalian, maka mereka mendapatkan keamanan. Jika ada yang melarikan diri dan kalian berhasil menangkapnya, maka urusannya terserah kalian.”

Ketika surat Umar radhiyallāhuʿanhu tersebut sampai kepadanya, Saad melepaskan mereka. Saad lalu mengirim utusan kepada para pemimpin kota dan daerah-daerah setempat untuk mengajak mereka masuk Islam sehingga mereka tetap memiliki kekuasaan dan kewenangan yang telah mereka miliki atau jizyah dan mereka akan mendapatkan keamanan dan perlindungan.

Banyak dari mereka masuk Islam karena mereka mendapati bahwa kaum Muslimin sangat toleran dan adil meskipun punya kekuatan dan dominasi. Hanya saja, daerah Bahurasir menolak, penduduknya mengira bahwa benteng-benteng mereka bisa melindungi mereka dari kaum Muslimin yang ingin menaklukkannya. Jadi Saad mengepungnya dengan tentaranya selama dua bulan sambil menembaki mereka dengan manjanik dan mendobraknya dengan pendobrak yang mereka buat dari kulit dan kayu. Namun, kota berbenteng itu sangat kokoh, sehingga Saad menempatkan dua puluh manjanik di sekitarnya di berbagai titik berbeda untuk menyibukkan mereka dan mengalihkan perhatian mereka yang mengawasi pergerakan pasukan berkudanya menuju kota untuk menyerbunya.

Orang-orang Persia menyadari upaya kaum Muslimin ini yang berupaya menyerbu kota, sehingga sejumlah besar tentara Persia keluar untuk melawan mereka dan menahan mereka agar tidak memasuki kota. Kaum Muslimin menunjukkan kepada mereka makna kepahlawanan, pengorbanan, kegigihan, dan tekad untuk mati syahid.

Komandan dalam pertempuran itu, Zuhrah bin al-Jawiyah, menjadi salah satu dari para pahlawan pemberani tersebut. Ia berhasil sampai di tempat panglima Persia, Shahrbaraz, dan menebasnya dengan pedangnya hingga tewas. Begitu tentara Persia melihat komandan mereka jatuh ke tanah berlumuran darah, mereka diliputi kepanikan dan ketakutan, sehingga pasukan mereka terpecah-belah dan para kesatria mereka pun bubar. Kaum Muslimin masih mengepung Bahurasir setelah para prajurit melarikan diri dan berlindung di padang pasir dan pegunungan.

Pengepungan kota oleh kaum Muslimin semakin ketat hingga penduduknya terpaksa memakan anjing dan kucing. Kemudian, raja mereka mengirim utusan kepada kaum Muslimin untuk menawarkan perdamaian dengan syarat bahwa kaum Muslimin hanya menguasai apa yang telah mereka taklukan sampai ke Tigris saja, tetapi kaum Muslimin menolak dan melanjutkan pengepungan kota itu dan terus membombardirnya dengan ketapel.

Keadaan seperti itu terus berlangsung selama beberapa waktu, sampai tiba-tiba kota tersebut menjadi tenang dan diselimuti kesunyian dan kebisuan, seolah-olah tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Kaum Muslimin menyerangnya di malam hari, memanjat tembok-temboknya dan membukanya, tetapi tidak ada seorang pun prajurit yang melawan mereka sehingga kaum Muslimin berhasil memasuki Bahurasir “Al-Madāin Barat” dan menaklukkannya setelah mengepungnya dalam waktu yang lama.

 

Sumber:

https://dorar.net/فَتحُ بَهُرَسِيرَ “المَدائِن الغَربيَّة” بقِيادةِ سعدِ بن أبي وَقَّاصٍ

Sumber artikel PDF

 

Penaklukan Madāin al-Qushūr di bawah Komando Saad bin Abi Waqqash.

Tahun Hijriah: 16 Safar/Tahun Masehi: 637 M 

Detail Peristiwa:

Saad bin Abi Waqqash radhiyallāhu ʿanhu memutuskan untuk menyeberangi Tigris bersama pasukannya dengan menunggang kuda. Ia mengumpulkan orang-orang, menghaturkan puja puji kepada Allah lalu berkata, “Musuh kalian telah berlindung dari kalian dengan perairan ini, kalian tidak bisa mendatangi musuh, dengan keberadaannya pun mereka tak bisa mendatangi kalian. Jika mereka mau menaiki kapal-kapal mereka dan menyerang kalian, maka tidak ada apa pun di belakang kalian yang perlu kalian takuti.

Musuh-musuh terdahulu telah menyerah kepada kalian dan meninggalkan perbatasan-perbatasan mereka. Menurut perhitunganku, kalian harus memerangi musuh sebelum dunia semakin sulit bagi kalian. Ketahuilah bahwa aku telah berniat untuk menyeberangi perairan ini untuk mendatangi mereka.” Mereka semua menjawab, “Semoga Allah memberikan tekad untuk kami dan Anda di atas kebenaran. Lakukan saja!”

Lalu dia memerintahkan pasukan untuk menyeberang dengan berkata, “Siapakah yang berani memulai dan melindungi perbatasan kita sampai orang-orang susul-menyusul berdatangan dan tidak ada yang mengganggu mereka menyeberang?”

Kemudian Ashim bin Amr dengan gagah berani maju memimpin enam ratus pasukan untuk melindungi pinggir perairan dari serangan Persia hingga para prajurit susul-menyusul berdatangan. Ketika Saad melihat Ashim bisa mempertahankan barisan pertahanan mereka, dia memberi aba-aba kepada pasukan untuk bergerak. Dia berkata kepada mereka, “Katakanlah: Kami memohon pertolongan kepada Allah dan kami bertawakal kepada-Nya. Cukuplah Allah bagi kami dan Dialah sebaik-baik Pelindung. Demi Allah, Allah pasti akan menolong wali-wali-Nya, memenangkan agama-Nya, dan mengalahkan musuh-Nya. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung!”

Orang-orang lalu berdatangan berkumpul di Tigris, dan mereka tetap berbincang-bincang sebagaimana mereka berbincang-bincang di daratan. Mereka menutupi Sungai Tigris hingga tidak ada yang terlihat dari pinggiran. Ketika orang-orang Persia melihat hal itu dan mereka menghadapi sesuatu yang tidak pernah mereka duga sebelumnya, mereka melarikan diri ke Ḥulwān dan meninggalkan gudang harta mereka yang berisi pakaian, barang-barang, perabotan, perhiasan, dan benda-benda yang tak ternilai harganya. Mereka meninggalkan apa yang telah mereka persiapkan untuk antisipasi pengepungan kaum Muslimin, seperti sapi, domba, dan bahan makanan.

Di dalam gudang harta mereka ada harta senilai tiga triliun, bahkan tiga kali lipat dari itu. Orang pertama yang memasuki Kota Madāin adalah Batalion Ahwāl, yakni satuan pasukan pimpinan Ashim bin Amr, kemudian Batalion Kharsāʾ, yakni satuan pasukan pimpinan al-Qaqāʾ bin Amr. Mereka turun ke jalan-jalan dan tidak menemui seorang pun yang mereka takuti kecuali mereka yang masih bertahan di Istana Putih.

Lalu mereka mengepung mereka dan memberi mereka pilihan, maka mereka pun menanggapi dengan memilih membayar jizyah dan jaminan keamanan, akhirnya penduduk Madāin kembali lagi sebagaimana sebelumnya tanpa apa yang dahulu dimilik keluarga Kisra.

Saad lalu masuk ke Istana Putih. Saad menjadikan istana Kisra sebagai tempat salat. Ketika Saad memasuki istananya, ia membaca (yang artinya), “Betapa banyak taman-taman dan mata air-mata air yang mereka tinggalkan, …” (QS Ad-Dukhan: 25) hingga akhir ayat. Dia salat pasca penaklukan delapan rakaat, kemudian ia mengumpulkan gaminah dari dalam istana, benteng, dan komplek perumahannya.

Penduduk Madāin telah membawanya pergi ketika mereka dikalahkan dan mereka melarikan diri ke berbagai penjuru. Tidak ada seorang pun dari mereka yang lolos dengan membawa sesuatu kecuali berhasil ditangkap oleh pasukan pemburu lalu mengambil apa yang mereka bawa. Mereka di Madāin juga melihat tenda-tenda Turki yang penuh dengan keranjang-keranjang yang disegel dengan kayu. Mereka menyangka itu adalah makanan, tetapi ternyata di dalamnya ada bejana-bejana emas dan perak.

 

Sumber:

https://dorar.net/فَتحُ مَدائنِ القُصورِ عاصِمةِ الفُرْسِ بقِيادةِ سعدِ بن أبي وَقَّاص

Sumber artikel PDF

 

Pembangunan Masjid Pertama di Madāʾin, Ibu Kota Kekaisaran Persia.

Tahun Hijriah: 16 Safar/Tahun Masehi: 637 M 

Detail Peristiwa:

Ketika kaum Muslimin memasuki Madāʾin dan menaklukkannya, dan Saad bin Abi Waqqash radhiyallāhu ʿanhu menjadikan istananya sebagai tempat tinggal dan menjadikan “Īwān Kisrā” (Tāq Kisra) yang terkenal sebagai masjid dan tempat menunaikan salat. Kemudian, dia membaca firman Allah (yang artinya), “Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah, dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain, maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh.” (QS Ad-Dukhan: 25-29) Lalu dia radhiyallāhu ʿanhu melakukan salat Jumat di Īwān tersebut.

 

Sumber:

https://dorar.net/بِناءُ أوَّلِ مَسجدٍ في المدائنِ عاصِمَة إمْبراطورِيَّة فارِسَ

Sumber artikel PDF

 

Permulaan Kalender Hijriah

Tahun Hijriah: 16 Rabiul Awal/Tahun Masehi: 637 M 

Detail Peristiwa:

Suatu ketika Abu Musa al-Asy’ari radhiyallāhu ʿanhu menulis surat kepada Umar, “Kami menerima surat-surat darimu yang tidak bertanggal.” Umar radhiyallāhu ʿanhu lantas mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah, lalu beberapa dari mereka berkata, “Mulailah penanggalan dari ketika diutusnya Nabi ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam.” Sebagian dari mereka berkata, “Dari ketika beliau ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam hijrah.” Umar berkata, “Kita mulai penanggalan dari ketika hijrah Rasulullah ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam, karena hijrah beliau adalah pembeda antara yang hak dan yang batil.” Asy-Sya’bi dan Maimun bin Mihran meriwayatkan bahwa dikisahkan bahwa ada sebuah dokumen didatangkan kepada Umar, yang tertulis bulan Syaban, maka ia bertanya, “Syaban kapan ini? Apakah Syaban yang akan datang atau Syaban sekarang ini?”

Kemudian, ia radhiyallāhu ʿanhu berkata kepada para Sahabat Rasulullah ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam, “Berikanlah sesuatu agar manusia mengenali (penanggalan).” Sebagian mereka berkata, “Tulis saja menurut kalender Romawi, karena mereka melakukan penanggalan sejak masa Zulkarnain.” Dia berkata, “Terlalu jauh.” Sebagian yang lain berkata, “Tulis saja menurut kalender Persia. Lalu dijawab, “Persia itu setiap kali ada raja baru, penanggalan lama dicampakkan.” Lalu, mereka sepakat untuk menjadikan masa ketika Rasulullah ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam tinggal di Madinah sebagai patokan, yang ternyata sudah berjalan sepuluh tahun. Maka mereka pun menuliskan kalender penanggalan dari masa hijrah Rasulullah ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam.

Muhammad bin Sirin raḥimahullāh berkata bahwa ada seorang laki-laki berdiri di hadapan Umar dan berkata, “Tuliskanlah penanggalan!” Umar berkata, “Apa maksud penulisan penanggalan?” Ia berkata, “Itu adalah sesuatu (penanggalan) yang dilakukan orang-orang non-Arab, yakni pada bulan sekian dan tahun sekian.” Umar berkata, “Bagus, tuliskanlah penanggalan!”

Lalu mereka sepakat untuk menjadikan momentum hijrah sebagai patokan awal, kemudian mereka bertanya, “Mulai dari bulan apa?” Mereka menjawab, “Dari bulan Ramadan.” Kemudian mereka berkata, “Muharram, karena ini adalah bulan ketika orang-orang kembali dari haji mereka dan ia juga termasuk bulan haram.” Lalu Mereka menyetujuinya.

 

Sumber:

https://dorar.net/ بِدايَةُ التَّاريخِ الهِجْرِيِّ

Sumber artikel PDF

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *