Penaklukan Kota Ḥīrah di Tangan Khalid bin Walid
Tahun Hijriah : 12 Rabiul Awal /Tahun Masehi : 633
Detail Peristiwa:
Azādzibah adalah Marzubān wilayah Ḥīrah (Hira), yakni para pemimpin Ḥīrah. Ketika Khalid menghancurkan Amghisia, Azādzibah mengerti bahwa Khalid tidak akan berhenti, sehingga dia mengambil tindakan dan bersiap untuk melawan Khalid. Ketika Khalid menuju wilayah Ḥīrah dengan mengangkut hewan tunggangan mereka dan perbekalan mereka ke atas kapal, Azādzibah mengirim putranya, untuk menghentikan pergerakan kapal-kapal tersebut.
Lalu, Khalid bergegas dengan kudanya untuk mendatangi putra Azādzibah dan berhasil menemuinya di sungai Efrat, di daerah Badiqli. Khalid radhiyallāhu ʿanhu berhasil membunuhnya dan para tentaranya, lalu melanjutkan perjalanan menuju Ḥīrah, sehingga Azādzibah melarikan diri dari kota itu karena telah mendengar kabar kematian Ardasyir dan juga kematian putranya. Ia kabur tanpa melawan.
Penduduk Ḥīrah berusaha membentengi diri dan berlindung di istana-istana mereka. Khalid memasuki kota Ḥīrah, lalu menunjuk seorang panglima untuk masuk ke setiap istana, untuk mengepung dan memerangi penghuninya. Khalid memerintahkan para panglimanya untuk memulai seruannya dengan memberi salah satu dari tiga pilihan (masuk Islam, membayar jizyah, atau perang, pent.). Jika mereka menerimanya, maka kaum muslimin akan menerima hal itu dari mereka, tetapi jika mereka menolak, kaum muslimin akan memberi tenggat waktu sehari.
Khalid berseru, “Janganlah kalian biarkan musuh kalian mencapai telinga kalian (mendengar gerak-gerik kalian) dan mengintai kalian untuk mencelakai kalian, namun perangilah mereka dan janganlah kalian membuat kaum Muslimin ragu-ragu untuk memerangi musuh-musuh mereka.”
Ketika mereka diberi tawaran tersebut, mereka menolak semua tawaran kecuali berperang, sehingga pertempuran pun pecah dan kaum Muslimin berhasil membunuh sebagian besar dari mereka. Kemudian para pendeta dan rahib berseru, “Wahai para penduduk istana, tidak ada yang akan membunuh kami kecuali kalian.” Lalu, penduduk istana berseru, “Wahai orang-orang Arab, kami telah menerima satu dari tiga pilihan, maka biarkan kami dan hentikan serangan kalian kepada kami, agar kalian bisa kabarkan tentang kami kepada Khalid.” Kemudian, masing-masing panglima tadi lalu keluar dan mengirim utusan kepada Khalid yang mana setiap satu orang dibersamai oleh satu orang tepercaya untuk menawarkan perdamaian dari penghuni benteng.
Lalu Khalid menyendiri bersama masing-masing perwakilan istana tanpa ada orang lain dan terjadi dialog dengan salah seorang pemimpin mereka, yakni Amr bin Abdul Masih bin Buqailah. Dia bersama seorang pelayannya membawa sebuah kantong berisi racun, lalu Khalid mengambilnya dan menuangkannya ke tangannya, seraya berkata, “Mengapa kamu membawa ini?” Ia berkata, “Aku khawatir kalian tidak seperti yang aku sangkakan, sehingga kematian lebih aku sukai daripada suatu musibah yang aku timpakan kepada kaumku.”
Sumber:
https://dorar.net/فَتْحُ الحِيرَةِ بقِيادةِ خالدِ بن الوَليد
Perang Ullais dan Kekalahan Kristen Arab di Tangan Khalid bin Walid
Tahun Hijriah : 12 Rabiul Awal /Tahun Masehi : 633
Detail Peristiwa:
Ketika Khalid mendapatkan apa yang dia dapat dari orang-orang Nasrani Bani Bakr bin Wāʾil dalam Perang Walajah yang membantu orang-orang Persia, maka orang-orang Nasrani murka kepada mereka dan kaum mereka, lalu mereka menulis surat kepada orang-orang Persia dan bersepakat untuk berkumpul di sekitar Ullais, yang dipimpin oleh Abdul Aswad al-ʿIjli. Ardasyir juga menulis surat kepada Bahman Jadzuwaih yang memerintahkannya untuk mendatangi orang-orang Kristen Arab di Ullais.
Bahman Jadzuwaih tiba di Jabān untuk menemui mereka, lalu orang-orang Kristen Arab di kota Ḥīrah berkumpul di Jabān. Ketika Khalid mendengar bahwa orang-orang Kristen Bani Bakr dan sekutu mereka telah berkumpul, dia bergerak untuk mendatangi mereka tanpa menyadari bahwa dia sudah dekat dengan pasukan Jabān. Ketika Jabān tiba di Ullais, orang-orang Persia berkata kepadanya, “Haruskah kita menahan diri dari mereka, ataukah kita menyerang orang-orang itu, karena tampaknya mereka tidak sadar bahwa kita sedang mengintai mereka, lalu memerangi mereka?” Jabān berkata, “Jika mereka membiarkan kalian, maka lunaklah kalian dengan mereka.”
Mereka tidak mematuhinya lalu menggelar makanan mereka. Khalid mendatangi mereka dan meletakkan bawaannya. Ketika diletakkan, dia langsung mendatangi mereka dan mengajak duel Abdul Aswad, Ibnu Abjar, dan Malik bin Qais. Malik bin Qais yang lebih dahulu maju menghadapinya di antara mereka. Khalid berhasil membunuhnya, sehingga orang-orang Persia kabur meninggalkan makanan-makanan mereka. Jabān berkata kepada mereka, “Jika kalian tidak mampu memakannya, maka racunilah makanan tersebut. Jika kalian menang, bagi mereka itu kerugian yang ringan, tapi jika mereka yang menang, maka mereka akan binasa karena memakannya.” Akan tetapi mereka tidak mau melakukannya lalu melakukan perlawanan dengan sengit.
Kaum musyrik sangat yakin dengan harapan mereka bahwa Bahman Jadzuwaih akan datang sehingga bertahan melawan kaum Muslimin. Khalid berkata, “Ya Allah, jika Engkau kalahkan mereka, maka aku bernazar tidak akan membiarkan seorang pun dari mereka selamat sampai aku mengalirkan darah-darah mereka menjadi sungai.” Akhirnya orang-orang Persia takluk, maka ada pasukan Khalid yang berseru. “Tawan! Tawan! Kecuali mereka yang melawan, maka bunuhlah mereka!“
Kaum Muslim menangkap mereka sebagai tawanan dan menugaskan orang-orang untuk memenggal kepala mereka siang dan malam. Al-Qaʿqāʿ dan yang lainnya berkata kepada Khalid, “Sampaipun engkau membunuh seluruh penduduk bumi, darah mereka tidak akan menjadi sungai yang mengalir, maka siramlah saja dengan air, maka nazarmu telah terlaksana.” Maka dia pun melakukannya, sehingga sungai mengalir bercampur dengan darah yang banyak. Itulah sebabnya sungai ini disebut ‘Sungai Darah’ hingga hari ini. Khalid lalu berdiri di depan makanan-makanan tadi lalu berkata kepada kaum Muslimin, “Aku menghadiahkannya kepada kalian,” maka kaum Muslimin menyantapnya sampai-sampai orang yang belum pernah melihat keripik berkata, “Keripik putih apa ini?”
Sumber:
https://dorar.net/معركة ألِّيس وهزيمة نصارى العرب والفرس بقيادة خالد بن الوليد
Penaklukan Kota Anbar dalam Perang Dzātul ʿUyūn di bawah Komando Khalid bin Walid
Tahun Hijriah : 12 Rabiul Akhir /Tahun Masehi : 633
Detail Peristiwa:
Khalid bersama pasukannya terus maju setelah penaklukan Ḥīrah hingga sampai Anbar, yang dikuasai oleh seorang komandan bernama Shirazad. Khalid mengepungnya. Di kota itu ada sebuah sungai, yang disekitarnya ada orang-orang Arab dari kaum mereka yang mengikuti agama mereka, sehingga penduduk negeri mereka bergabung bersama mereka.
Ketika kedua kelompok berhadapan, Khalid memerintahkan para pasukannya untuk menghujani mereka dengan anak panah hingga ada seribu mata yang copot. Itulah mengapa perang ini disebut Pertempuran Dzātul ʿUyūn (ʿUyūn adalah bentuk jamak dari mata, pent.).
Shirazad lantas mengirim pesan kepada Khalid untuk berdamai, dan Khalid mengajukan beberapa syarat, yang kemudian ditolak oleh Shirazad. Khalid kemudian pergi ke sungai dan meminta unta-unta didatangkan dari harta yang didapat tanpa peperangan, lalu menyembelihnya, dan mengisi sungai itu dengan unta-unta itu, lalu Khalid dan pasukannya menggunakannya untuk menyeberang.
Ketika Shirazad melihat hal itu, ia kemudian menyetujui syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Khalid untuk berdamai. Ia meminta Khalid untuk mengevakuasinya ke tempat yang aman, maka Khalid memenuhi permintaannya. Shirazad lalu meninggalkan Anbar dan diserahterimakan kepada Khalid, lalu dia menetap dan tinggal di sana. Orang-orang Arab simpatisannya yang tinggal di sana kemudian belajar menulis bahasa Arab. Kemudian, Khalid radhiyallāhu ʿanhu juga membuat perjanjian damai dengan penduduk Bawāzīj dan Kalwādzā.
Sumber:
https://dorar.net/فَتْحُ الأَنْبارِ في مَعركةِ ذاتِ العُيونِ بقِيادةِ خالدِ بن الوَليد
Peristiwa ʿAinut Tamr dan Kekalahan Orang-Orang Arab Sekutu Persia di Tangan Khalid bin Walid
Tahun Hijriah : 12 Rabiul Akhir /Tahun Masehi : 633
Detail Peristiwa:
Setelah Khalid bin Walid menuntaskan misi di Anbar dan keadaannya sudah stabil, dia mengangkat Zabriqān bin Badr untuk memimpin kota tersebut, lalu ia radhiyallāhu ʿanhu berangkat menuju ʿAinut Tamr, yang di sana saat itu ada Mihran bin Bahrām Jubain yang sedang memobilisasi massa yang sangat besar dari kalangan orang-orang non-Arab (Persia) dan juga ada ʿAqqah bin Abi ʿAqqah bersama dengan massa yang sangat besar dari kalangan orang-orang Arab dari Bani Namir, Taghlib, Iyād, serta orang-orang yang mereka temui.
Ketika mereka mendengar pergerakan Khalid, ʿAqqah berkata kepada Mihrān, “Orang Arab adalah orang paling tahu cara melawan orang Arab, maka biarkan kami melawan Khalid.” Ia berkata, “Kalian benar, demi hidupku, kalian lebih tahu bagaimana cara melawan orang Arab, dan kalian seperti kami dalam memusuhi orang-orang non-Arab.” Padahal dia hanya memperdayanya dan melindungi diri di balik semua itu. Ia berkata, “Perangilah mereka, jika kalian membutuhkan kami, kami akan membantu kalian.” Orang-orang non-Arab (Persia) bertanya kepadanya, “Apa alasanmu melakukan itu?” Dia berkata, “Jika dia menang, itu jadi kemenangan kalian juga. Jika yang menang pihak lain (pasukan Khalid), tak perlu kita berletih-letih melawan mereka, lalu kita perangi mereka setelah kekuatan mereka melemah.” Lalu Mihrān tetap berjaga di daerah mata air. ʿAqqah juga singgah untuk menghalau Khalid di suatu jalan.
Khalid radhiyallāhu ʿanhu mendatanginya bersama bala tentaranya lalu memberikan instruksi kepada pasukannya dan berpesan kepada dua pasukan sayapnya, “Lindungi kami dari (senjata-senjata) yang mereka miliki, aku yang akan mengemban misi ini.” Dia radhiyallāhu ʿanhu menunjuk tim pelindung untuk dirinya lalu bergerak, sementara si ʿAqqah sedang mengatur pasukannya, maka dalam waktu singkat Khalid berhasil menyergap dan menawannya sehingga pasukannya takluk tanpa perlawanan sehingga banyak dari mereka yang tertawan dan dikejar oleh kaum muslimin.
Ketika berita itu sampai kepada Mihrān, ia melarikan diri bersama pasukannya dan meninggalkan benteng. Ketika orang-orang Arab dan non-Arab sisa-sisa pasukan ʿAqqah sampai di benteng tersebut, kaum muslimin menyerbunya dan mereka bertahan di dalam benteng. Khalid maju ke depan mendatangi mereka sampai turun ke benteng tersebut membawa ʿAqqah yang tertawanan dan ʿAmr bin al-Saʿiq.
Mereka berharap bahwa Khalid menjadi sebagaimana biasanya orang Arab ketika menyerang. Maka ketika mereka melihat Khalid radhiyallāhu ʿanhu, dia mengajak mereka berdialog dan mereka meminta jaminan keselamatan kepadanya, tetapi dia menolak kecuali dengan keputusan darinya. Khalid memerintahkan agar ʿAqqah, yang merupakan pemimpin kaumnya, dipenggal sehingga para tawanan kehilangan harapan untuk hidup.
Ketika para tawanan melihat dia dilempar dari atas jembatan, mereka lalu berputus harapan untuk tetap hidup. Kemudian dia radhiyallāhu ʿanhu meminta ʿAmr bin al-Saʿiq didatangkan lalu dia memenggal kepalanya, kemudian dia juga mengeksekusi seluruh (pasukan) penghuni benteng serta menawan semua orang yang ada dalam benteng mereka dan menjadikan semua yang ada di dalamnya menjadi ganimah.
Di dalam komplek benteng itu, Khalid radhiyallāhu ʿanhu menemukan empat puluh pemuda yang sedang belajar Injil dalam sebuah ruangan yang terkunci. Ia mendobraknya dan berkata, “Siapakah kalian?“ Mereka menjawab, “Kami adalah jaminan.” Lalu Khalid radhiyallāhu ʿanhu membagi-bagi mereka kepada orang-orang yang membutuhkan, di antara mereka adalah Nushair Abu Musa bin Nushair dan Sirin Abu Muhammad bin Sirin.
Sumber:
Kemenangan Kaum Muslimin dalam Perang Ḥushaid, Khanāfis, dan Mushayyikh
Tahun Hijriah : 12 Syaban /Tahun Masehi : 633
Detail Peristiwa:
Setelah Khalid radhiyallāhu ʿanhu meninggalkan ʿAinut Tamr lalu menetap di Dumatul Jandal. Orang-orang Persia mengira bahwa ia telah meninggalkan Irak dan menuju ke Jazirah Arab bersama sebagian besar pasukannya, sehingga mereka ingin mengusir pasukannya dari Irak dan merebut kembali wilayah-wilayah mereka yang telah ditaklukkan oleh umat Islam. Orang-orang non-Arab (Persia) sangat menginginkan hal itu.
Orang-orang Arab di Jazirah Arab menulis surat kepada mereka dan murka atas kematian ʿAqqah. Lalu Zarmihr dan Ruzbeh berangkat menuju Anbar, melewati Ḥushaid dan Khanāfis. Al-Qaʿqāʿ bin ʿAmr, yang menjadi wakil Khalid di Ḥīrah, mendengar tentang hal ini, maka ia mengutus Aʿbad bin Fadaki dan memerintahkannya untuk ke Ḥushaid (sebuah lembah antara Kufah dan Syam) serta memberangkatkan ʿUrwah bin al-Jaʿad al-Bāriqi ke Khanāfis.
Khalid juga sudah kembali dari Dumatul Jandal ke Ḥīrah dengan niat memerangi orang-orang Madāʾin, sebuah markas Raja Kisra, hanya saja ia enggan melakukannya tanpa izin Abu Bakar ash-Shiddiq, selain bahwa fokusnya tertuju kepada pasukan orang-orang non-Arab yang bersekutu dengan orang-orang Arab Kristen yang telah berkumpul dan ingin memerangi Khalid radhiyallāhu ʿanhu. Ia lantas mengutus al-Qaʿqāʿ bin ʿAmr untuk memimpin orang-orang dan bertemu di suatu tempat yang bernama Ḥushaid. Orang-orang non-Arab ini dipimpin seseorang bernama Ruzbeh, yang disokong satu orang pemimpin lagi yang bernama Zarmihr.
Di sana terjadi pertempuran sengit hingga orang-orang musyrik dikalahkan dan kaum muslimin berhasil membunuh banyak dari mereka. Al-Qaʿqāʿ bin ʿAmr juga berhasil membunuh Zarmihr dengan tangannya sendiri. Lalu seorang prajurit bernama ʿIshmah bin Abdullah adh-Dhabi berhasil membunuh Ruzbeh. Kaum muslimin berhasil mendapatkan banyak ganimah. Orang-orang non-Arab ada yang berhasil melarikan diri lalu berlindung di sebuah tempat bernama Khanāfis. Abu Laila bin Fadaki as-Saʿdi lalu mendatangi mereka, maka ketika mereka menyadarinya, mereka pun bergerak ke daerah Mushayyikh, dan ketika Abu Laila tiba di Khanāfis dan mendapati kota itu sudah dikosongkan oleh orang-orang Persia, dia menetap di sana beberapa saat.
Dia mengirim pesan kepada Khalid bin Walid untuk memberitahunya bahwa orang-orangnya telah menguasai kota tersebut dan menyampaikan bahwa orang-orang Persia kabur ke Mushayyikh. Ketika orang-orang Persia menetap di Mushayyikh bersama orang-orang Arab dan non-Arab, maka Khalid bin Walid radhiyallāhu ʿanhu memburu mereka bersama pasukannya dengan membagi pasukannya menjadi tiga kelompok. Mereka menyerbu pada malam hari ketika mereka sedang tidur sehingga mereka tidak terbangun lagi dari tidur mereka sampai tidak ada yang melarikan diri dari mereka kecuali hanya sebagian kecil saja sehingga keadaan mereka seperti domba-domba yang telah disembelih.
Sumber:
https://dorar.net/انتصارُ المسلمين في مَعركةِ الحُصَيْدِ والخَنافِسِ والمُصَيَّخِ